Mastok
Tulisan sebelumnya:
http://baltyra.com/2012/08/03/tabungan-hijau-hutan-bambu-2/
http://baltyra.com/2012/07/27/tabungan-hijau-hutan-bambu-1/
2.1.4. Pola Pembibitan Bambu dan Pengusahaan
Pola Penanaman: Bambu
(1). Tanaman Monokultur dalam kawasan hutan
Pada saat tanaman bambu masih muda dapat dilakukan sistem tumpangsari, dan pada saat tanaman bambu sudah dewasa dapat ditempuh sistem penanaman di bawah tegakan.
(2). Cara Pertanaman Lorong menurut Garis Tinggi
Saat penanaman sebaiknya tanah dibuat lorong (hedge-row) lebih dahulu mengikuti garis tinggi. Jarak dalam baris pada tinggi yang sama dapat ditentukan misalnya 10-15 m, tetapi jarak dari lorong yang satu ke lorong lain disesuaikan dengan keadaan lapangan.
(3). Sistem Kebun Campuran / Pertanaman campuran
Pada lahan pekarangan dan lahan tegalan bambu ditanam dalam sistem campuran dengan tanaman yang telah ada. Penanaman bambu pada batas-batas pemilikan lahan, pada petak-petak lahan yang solumnya sangat tipis, atau pada petak – petak lahan yang curam (slope > 25%).
Pembibitan dan Penanaman bibit
Pembibitan bambu dapat dilakukan dengan metode GGPC, yang terdiri atas dua tahapan, yaitu :
(1) Tahap pesemaian mata tunas (2-3 bulan)
(2) pembesaran bibit dalam polibag (3-4 bulan).
2.1.5. Usaha tabungan Hijau dan Tani Bambu
Dari segi ekonomis bambu sangat menguntungkan, demikian bambu yang ditanam tumbuh menjadi rumpun, selanjutnya rumpun bambu akan berfungsi sebagai bank. Setiap kali diperlukan, batang bambu dapat ditebang seperti halnya orang mengambil bunga deposito. Lebih dari itu, sekalipun seluruh rumpun ditebang, rumpun baru dapat tumbuh lagi. Hal ini berarti bahwa sekali tanam bambu, hasilnya dapat diambil terus-menerus.
Permintaan bambu di Indonesia kini semakin meningkat. Kalau dulu orang memakai bambu karena kurang mampu, sekarang sedikit demi sedikit bambu telah bergeser menjadi barang seni yang dibeli karena keindahannya. Perlengkapan rumah seperti meja, kursi, dipan, sekat dari bambu sudah masuk ke hotel-hotel berbintang dan bangunan,-bangunan wisata. Lebih dari itu perabot rumah dari bambu juga mulai menjadi komoditi ekspor. Perajin bambu sudah mulai merasakan kesulitan dalam membeli bambu dengan umur yang cukup, karena budidaya bambu di Indonesia masih sangat langka.
Perkembangan jumlah penduduk mengakibatkan naiknya kebutuhan perumahan, yang juga berarti meningkatnya kebutuhan kayu, apalagi kalau dilihat bahwa kayu dalam bentuk kayu lapis juga dipakai sebagai sumber devisa negara. Kebutuhan kayu yang berlebihan akan dapat mangakibatkan penebangan kayu hutan dalam jumlah banyak dan membahayakan kelestarian hutan. Untuk kelestarian hutan, kiranya perlu dicari bahan bangunan lain sebagai pengganti kayu hutan. Dengan memperhatikan kekuatan bambu yang tinggi, dan bambu dengan kualitas yang baik dapat diperoleh pada umur 3-5 tahun, suatu kurun waktu yang relatif singkat, serta mengingat bahwa bambu mudah ditanam, dan tidak memerlukan perawatan khusus, bahkan sering dijumpai di desa-desa, rumpun bambu yang sudah dibakar pun masih dapat tumbuh Iagi, maka bambu mempunyai peluang yang besar untuk menggantikan kayu yang baru siap ditebang setelah berumur sekitar 50 tahun.
Sistem Usaha Tabungan hijau berbasis sekolah 9 tahun tani Kebun Bambu Monokultur
Tanaman bambu mulai dapat dipanen pada umur lima tahun sampai dengan mencapai produksi maksimum mulai umur 10 hingga 20 tahun. Modal investasi usahatani dibutuhkan sampai tanaman berumur satu tahun (sebelum berproduksi). Analisis cash-flow usahatani kebun bambu monokultur Jenis Petung (populasi 400 rumpun/ha) menunjukkan biaya produksi per tahun per hektar sampai dengan umur lima tahun adalah sekitar Rp.3.000.000 hingga Rp 4.500.000. Pada tingkat usaha tani kebun bambu monokultur umumnya dapat diperoleh keuntungan yang memadai, dengan Net B/C (DF 18%) 2.75 – 4.50, NPV (DF 18%) Rp.2.500.000 – Rp 5.500.000,- dan IRR umumnya lebih dari 30%. Sistem penanaman tumpangsari dan PLBT (Penanaman Lahan di bawah Tegakan) akan menghasilkan profit finansial yang lebih baik.
(1). Sifat Pengusahaan
Secara agroekologis wilayah Kabupaten Purwakarta bagian selatan dan sekitarnya cocok untuk budidaya kebun bambu monokultur dan juga pemeliharaannya tidak terlalu sulit. Tanaman bambu umumnya ditanam petani dalam sistem campuran pada lahan pekarangan dan tegalan, sistem budidaya bambu dalam kebun monokultur belum dilakukan oleh petani secara intensif.
(2). Intensitas Pengusahaan
Perawatan kebun bambu monokultur relatif sangat mudah, mulai dari pembuatan pesemaian/pembibitan, pembuatan lubang tanam, penanaman bibit, pemupukan organik dan pupuk buatan sebagai starter, penyiangan gulma dan pembumbunan BAMBU muda seperlunya.
(3). Analisa Biaya dan Pendapatan
Kebun bambu monokultur dapat dipelihara secara intensif oleh petani. Oleh karena itu dikenal dua macam model, yaitu kebun bambu monokultur pada lahan kawasan hutan dengan pemeliharaan secara intensif dan pertanaman bambu campuran yang tidak melakukan usaha pemeliharaan sama sekali. Untuk golongan pertama, biaya pemeliharaan tahun pertama untuk satu rumpun sekitar Rp. 45.000 – 50.000.
2.2. Kelembagaan Pengelola Unit Produksi : KSP bambu
2.2.1. Jenis dan Mekanisme Kerja Kelembagaan
Kelembagaan pengelola unit produksi bambu tersusun atas Rumah Tangga Petani (RTP), Kelompok Usaha Bersama (KUBA), dan Koperasi Produsen Bambu. Keterkaitan kelembagaan ini diabstraksikan sbb:
2.2.2. Kelompok Usaha Bersama (KUBA)
Pengertian kelompok
Kelompok merupakan kumpulan penduduk (Rumah Tangga Petani, RTP) setempat yang menyatukan diri dalam usaha produksi bambu untuk meningkatkan kesejahteraan, keswadayaan, dan kegotong-royongan mereka. Kelompok merupakan milik anggota, untuk mengatasi masalah bersama serta mengembangkan usaha bersama anggota. Kelompok beranggotakan sekitar 25-30 RTP dan berada di desa/kelurahan, atau di bawah tingkat desa/ kelurahan yaitu dusun, lingkungan, RW, atau RT. Dalam satu desa dapat ditumbuhkan beberapa kelompok seusai dengan kebutuhan. Kelompok dapat tumbuh dari kelompok tradisional yang telah ada, seperti kelompok arisan, aseptor KB, kelompok sinoman, kelompok pengajian, dan kalau belum ada segera ditumbuhkan dan dibina secara khusus.
2.2.3. Pembinaan Kelembagaan KUBA
Pembinaan/pemberdayaan juga sering disebut dengan pendampingan, pada dasarnya merupakan proses kegiatan yang bersifat berkelanjutan.
2.2.4. Organisasi dan Manajemen
Rancangan KOPERASI BAMBU
Pengembangan produk-produk bambu dalam rangka untuk memberdayakan ekonomi rakyat setempat dapat dilakukan melalui pendekatan pemberdayaan “Koperasi Agribisnis” sebagai “LEMBAGA EKONOMI RAKYAT YANG MENGAKAR & MANDIRI”. Koperasi seperti ini dapat dikembangkan dari lembaga-lembaga ekonomi tradisional yang telah ada, atau melalui rekayasa sosial yang sesuai. Konsep pemberdayaan koperasi agribisnis bagi produsen bambu dapat diabstraksikan dalam bagan berikut.
Kelompok sasaran dan Lingkup Kegiatan
Kelompok sasaran bagi anggota koperasi:
a.Kelembagaan sosial -tradisional yang ada di masyarakat, seperti koperasi, kelompok tani, kelompok peternak, Paguyuban dan lainnya
b.Lembaga Kelompok tani komoditas yang telah ada.
c.Warung pengecer bahan pokok, baik milik perorangan, kelompok (pra koperasi), maupun waserda milik koperasi untuk diberdayakan / dikembangkan usahanya.
d. Pengusaha / Pengrajin Kecil, baik perorangan maupun kelompok, yang bergerak di bidang produksi agribisnis/agroindustri untuk diberdayakan supaya dapat memperluas kesempatan kerja (menyerap tenaga kerja).
e. Tenaga Kerja Terampil untuk dilatih dan ditempatkan sebagai pendamping dan atau tenaga profesional / pengelola unit-unit usaha.
Disain usaha agribisnis bagi KUBA TABUNGAN HIJAU
Disain sistem usaha agribisnis bambu bagi kelompok masyarakat ini dirancang dengan tujuan pengentasan kelompok masyarakat perdesaan dengan usaha pengembangan agribisnis bambu dalam kawasan hutan dan pada lahan milik.
2.3. Kelembagaan Pendampingan
2.3.1. Pendahuluan
Tabungan hijau Bambu ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan memperkuat kemampuan masyarakat miskin untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan membuka keterisolasian dan kesempatan berusaha dengan melibatkan komoditas BAMBU. Program ini diarahkan pada pengembangan kegiatan sosial ekonomi untuk mewujudkan kemandirian masyarakat perdesaan, dengan menerapkan prinsip-prinsip sekala ekonomi, usaha kelompok, keswadayaan dan partisipasi, serta menerapkan semangat dan kegiatan kooperatif dalam bentuk Kelompok Usaha Bersama. Pembinaan masyarakat melalui KUBA memerlukan mekanisme pendampingan yang handal. Untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif, tenaga pendamping ini harus siap bekerja secara purna waktu.
2.3.2. Tenaga Pendamping
Pengertian Pendamping adalah tenaga lapangan pada tingkat desa berasal dari berbagai departemen atau dari masyarakat, yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan untuk mengembangkan usaha agribisnis. Tenaga pendamping ini dapat berkualifikasi “Sarjana Agrokompleks” yang bertugas purna waktu.
Tugas Pendampingan
Tenaga Pendamping bertugas antara lain
1. Membina penduduk yang bergabung dalam KUBA sehingga menjadi suatu kebersamaan yang berorientasi pada upaya perbaikan kehidupan,
2. Sebagai pemandu (fasilitator), penghubung (komunikator), dan penggerak (dinamisator) dalam pembentukan KUBA ;
3. Pendamping KUBA dalam mengembangkan kegiatan usaha agribisnis bambu: manajemen produksi, manajemen modal/keuangan dan manajemen pemasaran; dan
4. Mengembangkan KEBUN TEKNOLOGI: Pusat Pelayanan Informasi Teknologi Tepat Guna.
2.3.3. Hubungan Kerja Pendampingan
2.3.4. Kegiatan Utama Pendampingan
a. Pemahaman berbagai maslaah yang terkait
b. Menyusun Jadwal Kerja
c. Membantu Pendataan Penduduk Miskin
d. Membantu Pemberdayaan KUBA
e. Membimbing Pilihan Jenis dan Mengembangkan Mutu Usaha
f. Membimbing Perencanaan Kegiatan Usaha KUBA
g. Mengusahakan Bantuan Teknik
h. Membantu Pencairan Dana Bantuan/Kredit
i. Membina kegiatan usaha agribisnis bambu
j. Membina Mekanisme Perguliran
2.3.5. KEBUN TEKNOLOGI
Pusat Pelayanan Informasi Teknologi Tepat Guna
Penerapan teknologi tepat guna diharapkan dapat membantu pengembangan usaha produksi bambu pedesaan dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, tampaknya keberadaan “KEBUN TEKNOLOGI” di bawah kendali Koperasi Bambu dan bermitra dengan Perguruan Tinggi dan Instansi teknis terkait , mampu menjadi wahana yang efektif dalam proses alih teknologi tepat guna di wilayah pedesaan. Kebun ini secara operasional berada di bawah koordinasi dari Tabungan Hijau Bambu yang ada di wilayah. Kebun ini dapat melibatkan beberapa divisi penting.
DIVISI TEKNOLOGI BENIH DAN BIBIT UNGGUL
Lingkup Kerja Divisi ini adalah:
(1). Teknik-teknik penanganan/ penyimpanan benih/ bibit
(2). Teknologi perbanyakan benih dan bibit
(3). Teknologi pembibitan dengan cara cepat
(4). Teknologi penanaman benih dan bibit
(5). Teknologi pengelolaan kebun bibit dan kebun induk/koleksi.
DIVISI AGROTEKNOLOGI DAN AGROBISNIS/AGROINDUSTRI
Lingkup Kerja Divisi ini adalah:
(1). Teknologi budidaya tanaman/ Silvikultur
(2). Teknologi pengelolaan lahan dan konservasi tanah
(3). Teknologi Industri / Kerajinan Bambu
(4). Teknologi Pengolahan /pascapanen komoditas penunjang
(5). Teknologi pemasaran hasil pertanian basis bambu
DIVISI TEKNOLOGI PASCAPANEN DAN PENGEMASAN
Lingkup Kerja Divisi ini adalah:
(1). Teknologi penanganan panen dan pasca panen Bambu
(2). Teknologi pengolahan pangan nabati
(3). Teknologi pengolahan pangan hewani
(4). Teknologi mekanisasi pertanian
(5). Teknologi PANEN, sortasi, gradasi, pengemasan hasil panen.
DIVISI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK DAN PAKAN TERNAK
Lingkup Kerja Divisi ini adalah:
(1). Teknologi inseminasi buatan (Sapi)
(2). Teknologi perkandangan
(3). Teknologi produksi Pakan hijauan
(4). Teknologi ransum pakan alternatif
(5). Teknik perawatan kesehatan ternak
DIVISI TEKNOLOGI LIMBAH DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
Lingkup Kerja Divisi ini adalah:
(1). Teknologi penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan limbah domestik rumahtangga
(2). Teknologi jamu /obat tradisional/TOGA
(3). Teknologi daur ulang/pemanfaatan limbah bambu
(4). Teknologi pengolahan pangan dengan nilai gizi tinggi
(5). Teknologi penyuluhan kesehatan yang efektif
(6). Teknologi pemutusan rantai penularan penyakit, dan lainnya
DIVISI TEKNOLOGI AKUNTANSI DAN MANAJEMEN KEUANGAN
Lingkup Kerja Divisi ini adalah:
(1) Teknik pembukuan keuangan sederhana;
(2) Teknik analisis usahatani;
(3) Teknik penyusunan kelayakan proyek/kegiatan produktif;
(4) Perkreditan Yang Bersifat mendorong pendidikan dasar dan menengah
(5) Baitul Ma’al/Perkoperasian/kelompok usaha bersama.
2.4. Unit Pemasaran dan Informasi Pasar
2.4.1. Lembaga Pemasaran.
a. Petani Produsen
b. Penebas dan Tengkulak I.
c. Tengkulak II (TK II)
d. Pedagang Pengumpul.
e. Pengecer
2.4.2. Saluran Pemasaran
Saluran tata-niaga bambu dari petani sampai dengan konsumen yang utama adalah: Petani, penebas/Tengkulak I, Tengkulak II, Pedagang pengumpul, dan pengecer
2.4.3. Transaksi Penjualan
Petani umumnya menjual batangan bambu. Cara tebasan nampak lebih dominan, pembayarannya dilakukan secara kontan. Dalam penentuan harga antara pembeli dan penjual biasanya dilakukan dengan tawar menawar dan sebagian kecil lainnya ada yang memperoleh informasi harga dari pasar atau biasanya pihak penjual sudah mengetahui harga dari tetangganya.
2.4.4. Keterkaitan Kelembagaan Pemasaran Bambu
2.4.5. Sistem Informasi Pasar
Dalam rangka untuk menguasai dan mengakses informasi pasar bagi produk-produk bambu dan olahannya, diperlukan adanya suatu Sistem Informasi Manajemen Pemasaran Bambu (SIMPB) yang menjalin networking dengan sistem informasi pasar yang ada di Dati II dan Dati I dan bahkan nasional yang dikembangkan oleh jajaran DEPERINDAG.
RANCANGAN SIMPB (Sistem Informasi Manajemen Pemasaran Bambu).
SIMPB adalah suatu sistem komputerisasi informasi manajemen pemasaran komoditas bambu, yang dirancang untuk dapat menunjang operasi manajemen agribisnis, baik dalam manajemen sumberdaya maupun usaha agribisnisnya.
Masukan (input) dan sumber data:
- Data (Modul ) Profil Wilayah
- Data (Modul) Profil Sistem Agribisnis Bambu
- Data (Modul) Profil Produk/Komoditas
- Data (Modul) Profil Pasar/Pemasaran
- Modul utility
- Keluaran (Output)
KONFIGURASI JARINGAN INFORMASI
2.5. Kelembagaan Keuangan Penunjang TABUNGAN HIJAU Bambu
2.5.1. Beberapa Model Lembaga Keuangan
I. P4K (Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Kecil)
II. KUT: Kredit Usaha Tani
III. KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES)
IV. KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER BAGI ANGGOTA-NYA (KPPA)
V. Lembaga Keuangan Pedesaan Bagi Orang Miskin (LKOM): Grameen Bank
2.5.2. Hubungan kerja kelembagaan
Keterangan:
1 Informasi tentang skim kredit dan mekanismenya
2 Mekanisme Pengajuan kredit;
3 Mekanisme Pencairan kredit
4. Pendampingan manajemen kredit usaha produktif
5.Pendampingan mekanisme penyaluran, perguliran dan pembayaran
6. Mekanisme penyaluran kredit ke KUBA
7. Mekanisme pembayaran kredit dari KUBA ke Koperasi
8. Pendampingan pemanfaatan kredit dalam manajemen produksi.
bersambung…
Saya tertarik untuk bertanam bambu dg tujuan awal menjaga ketersediaan air tanah yg semakin sedikit. Setelah membaca artikel ini, makin tertarik karena ada nilai sosial ekonomi nya.. Semoga mas tok tdk segan untuk membimbing saya bila ada pertanyaan atau masalah dlm pelaksanaan
hehehehehe mase …..tenan sakti
KANG ANUUUUU : aku melu bingung, komentar jejeg bingung……..skrg baca artikel bambu jg kemringet??? apanya yg bikin adus kringet? mmgnya kamu kena lugut????
Kang JC.. Insya Allah Akan menjadi Ajuan dan Kajian di Massa datang Karena saya Hanya menjalankan saja biar Masyarakat yang menilai.. banyak dari kalangan Akademisi juga meragukan tetapi 7 tahun saya terjun langsung baik di kebun. Hutan dan Masyarakat serta Industri berbahan Baku Bambu semakin Hari Bambu sebagai Bahan Utamanya semakin Langka dan Tragisnya ga ada yang mau menanam masih Ingat Pabrik kertas Padalarang di bandung, pabrik Kertas Di banyuwangi semua tutup gara2 bahan bakunya kurang / tidak tersedia dan tidak ada peremajaaan tanaman bambu sebagai sistem produksi yang bekelanjutan
… trima kasih Mas JC masukannya…
Mastok, pertanyaanku, apakah sudah ada yang menerapkan ini semua?
Kang Anoew, kenapa kemringet?
mungkin bambu sebagai bahan pertimbangan di masa datang ketika saya menjadi petani
Mastok : Saya cb buka beberapa literatur tentang investasi bambu di negeri kita, sepertinya masih belum primadona yaaa, orang lebih suka ber investasi ke perkebunan sawit, karet, jati dan pisang ambon , melon, pepaya. Pemerintah sendiri sepertinya tidak begitu gencar dalam mempromosikan potensi hutan bambu ini, Indonesia tidak mau belajar dari China yang kaya dengan seni Bambunya, selain hutan bambu yg ter abaikan , rotan juga dibiarkan secara apa adanya saja. Mudah mudahan saya salah dengan pendapat ini. Saya sendiri baru memahami setelah membaca artikel mastok ini yg sebetulnya bambu itu punya potensi BESAR salam sejuk
Muantebs, runut, lengkap, komplit. Tapi aku kemringet
