Ratu Elizabeth II dan Indonesia – Ratu Inggris Pesta Kebun di Menteng By

RATU ELIZABETH II 85 TAHUN DAN ORANG INDONESIA (3 DARI 5 TULISAN)

Ratu Inggris Pesta Kebun di Menteng

Indonesia kedatangan tamu negara dari sebuah kerajaan. Bisa dihitung dengan jari. Apalagi pada masa Presiden Soekarno, mungkin hanya Raja Bhumibol Adulyadej dari Thailand dan Raja Norodom Sihanouk dari Kamboja yang memang menjalin hubungan baik dengan sang presiden. Bahkan terdengar kabar bahwa Soekarno sangat kepincut (senang) dengan kecantikan Ratu Sirikit (permaisuri Raja Rhailand) dan Putri Monique (permaisuri Raja Kamboja). Sikap anti kolonialisme Soekarno kadang terdengar panas di telinga para bangsawan barat, sehingga hubungan mereka dengan Indonesia tidak begitu mesra.

Setelah Soekarno turun, Soeharto sang pengganti banyak kedatangan tamu kerajaan. Kaisar Haile Selassie I dari Ethiopia yang juga ‘tuhan’ pujaan penyanyi reggae Bob Marley, merupakan raja pertama yang datang di masa pemerintahan Soeharto.

Beralihnya gaya dan retorika kepemimpinan di Indonesia, membuat Ratu Elizabeth II berhasrat ingin mengunjungi sebuah negeri besar yang menyimpan sejarah negerinya beratus-ratus tahun. Bisa dibilang sangat jarang petinggi Ingggris ke Indonesia. Raja atau ratu Inggris yang pertama kali datang ke Indonesia, ya Ratu Elizabeth II di tahun 1974. Bahkan perdana menterinya belum pernah ada yang ke Indonesia, kalau tidak Margaret Thatcher datang ke Jakarta pada 1984.

Source: today.com

Mungkin Anda yang senang ke salon untuk meng-upgade kecantikan dari Tuhan yang kurang sempurna, akan sering melihat wajah Margaret Thatcher ‘Si Wanita Besi’ bersama penata rambut terkenal Peter Saerang yang foto mereka berdua (Peter berdiri dan Thatcher duduk bersebelahan) dipajang di tiap pintu masuk salon milik sang penata rambut itu. ‘Si Wanita Besi’ yang selalu berambut rapih itu memang mempercayai Peter selama di Indonesia.

Kedatangan ratu Inggris ke Indonesia sangat unik. Jarang ada tamu negara yang datang menggunakan kapal laut, kecuali Ratu Elizabeth II yang tiba di Pelabuhan Tanjung Priok pada siang hari tanggal 18 Maret 1974. Selama 5 hari sang ratu paling berpengaruh di dunia itu melanglang Indonesia. Dalam rombongannya, ratu membawa pamannya, Lord Mountbatten, penguasa terakhir Inggris di India dan perwira tinggi yang banyak berjasa pada masa-masa perang kemerdekaan dulu. Maklum saja, naik kapal laut pasti rombongan yang dibawa bisa ratusan orang! Sang paman datang lagi dengan kondisi yang sudah sepuh (tua) tidak seperti waktu muda yang ganteng. Mountbatten adalah orang yang dihormati Pangeran Charles sekaligus gurunya.

Source: bangka.tribunnews.com

Untuk menghormati Mounbatten, paman Ratu Elizabeth II, Soeharto memerintahkan Nugroho Notosusanto yang saat itu kepala pusat sejarah ABRI mengantarkan ‘The Old Soldier’ itu ke rumah bekas Presiden Soekarno, yang saat itu sedang diubah menjadi museum ABRI. Mungkin pihak Mountbatten yang menginginkan pergi ke tempat seperti itu, yang setidaknya menyimpan kenangan pribadinya dan juga bangsanya pada masa lalu berurusan dengan bangsa Indonesia.

Kedatangan Ratu Elizabeth II ke Indonesia, bukan hanya pertama kali, tetapi dia menjadi kepala negara yang datang ke sebuah rumah tempat Indonesia dirancang dan diproklamasikan. Sampai detik ini belum pernah ada presiden Indonesia yang datang ke tempat naskah proklamasi Indonesia dirumuskan yang kini bernama Museum Perumusan Naskah Proklamasi di Jalan Imam Bonjol No. 1.

Pada malam hari di sela kunjungannya, Ratu Elizabeth II dijamu dengan pesta kebun di belakang rumah kediaman duta besarnya di Menteng. Jarang sekali seorang ratu Inggris mengadakan acara semacam ini di luar negeri, kecuali di Indonesia.

Sampai sekarang Ratu Elizabeth II tidak pernah berniat datang kembali ke Indonesia seperti 37 tahun silam. Berbeda dengan negara-negara jajahannya, bisa puluhan kali. Berapa puluh kali ratu Inggris ke Australia? Kanada? Selandia Baru? India? Jamaika? Barbados? Singapura? Puluhan kali! Ini yang membedakan dengan Indonesia, meski pernah dijajah, Indonesia adalah sebuah negeri yang susah diatur. (*)